Kamis, 20 November 2014

No More Drama Chapter 1 - "Kita pengedar, dulunya"

"PERSAHABATAN ITU SEINDAH KEHANCURAN ATLANTIS YANG HINGGA BUKAN MASANYA DAPAT BANYAK DIPERBINCANGKAN. BEGITU PULA CINTA, MISTERINYA MEMBUAT ANGINPUN TERHENTI SEJENAK MENCURI KESEJUKAN PEMILIKNYA”

Sore itu angin berhembus kencang di suatu atas bangunan tinggi. di bawahnya terlihat buram kendaraan lalu lalang meramaikan tengah kota. Sinar senja membuat sore itu enak dilihat menutupi Crowded kota.

Seorang pria tampak sedang berdiri sendirian di satu sisi di atas bangunan tersebut. Menyandarkan tubuhnya. topi hitam pendek terlihat menutupi bagian atas kepala. tangannya terlihat asik berdansa dengan pulpen yang di pegangnya. menari membuat susunan kata di atas note kusam.

Ditengah asiknya pria tersebut menikmati sore tersebut, tampak muncul wanita dengan rambut coklat sebahu. parasnya cantik dengan hidung mancung, tulang pipi menonjol. meski matanya menunjukan dia sedang dalam perasaan yang... yang... mungkin hanya wanita yang tahu. Celana jeans biru dengan rompi biru dengan sedikit robekan menutupi tubuhnya yang langsing, padat berisi dan tinggi.

Wanita itu berjalan pelan melewati pria yang sedang bersender tadi tanpa menoleh, memperhatikan si pria dan tidak tahu bahwa pria itu sedang mengamatinya.

Kini pulpen yang sedang menari itu berhenti menggantung di atas note. Mata pria itu melirik memperhatikan wanita yang sedang tepat melewati dirinya.

Terus memperhatikan wanita itu, sampai si wanita berada di sisi depan atas bangunan itu. Kini dengan langkah santai pria itu mulai mendekati wanita yang dirasanya sedang...entahlah.

"Biasanya, orang yang datang ke sini sendirian itu, kalo bukan lagi sedih, frustasi, ingin bunuh diri, atau... yahh hampir ga ada yang lagi seneng" Kata pria tersebut sambil melihat ke bawah, bahwa sore itu tengah kota sedang macet.

"Maksudnya?" Tampak wajah tidak senang dari si wanita.

Kini si pria menutup notenya, membalikkan badan dan mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. asap rokok itu terlihat mengepul di depan mukanya.
"Kalo setiap masalah diselesaiin dengan cara lompat dari gedung, kayaknya Kota ini ga bakalan macet deh" Lanjut pria tersebut.

"Kamu pikir aku bakalan lompat?" mata wanita itu melirik sedikit, lalu melihat kota dan memalingkan matanya lagi ke atas.

"Kalo dilihat dari sisa kerak air mata kamu,,, iya!" Pria itu kini memutar lehernya ke arah wanita itu dan mulai mendekati si wanita.

"Pandu" Lanjut lelaki tersebut sambil mengulurkan tangannya.

"Arin" wanita itu meraih uluran tangan Pandu.



Kini keduanya terlihat sedang asik mengobrol, Pandu mencoba membuat Arin tersenyum. Raut wajah Arin pun kini tak lagi menunjukkan kesedihan.

di tengah asiknya mereka mengobrol, tiba - tiba ada burung merpati yang terjatuh dari gerombolannya dan tergeletak tidak jauh dari mereka berdua. Arin yang melihat burung itu cepat melangkah dan mengangkat burung yang terjatuh tersebut.

 Arin membawa burung itu mendekati Pandu.
"Cowok apa cewek ini?" Tanya Arin sedikit berteriak sambil menunjukan burung itu

"Aku sering salah buat tau cowok apa cewek. Tadi aja aku pikir kamu itu cowok" jawab Pandu yang juga sedikit berteriak.

"Rese" Arin tersenyum.

"Ini... Lukanya lumayan" Arin menunjukan luka di sayap kanan burung itu.

"Hmm.. pantesan bisa nyasar kesini" Pandu melihat burung itu dengan mengusap - usap dagunya seakan sedang meneliti suatu kasus penting.

"Kayaknya ga lama lagi, pergi tuh" Lanjut Pandu menunjuk mata burung tersebut yang mulai sayu, lelah, berjuang untuk hidup.

"yahh jangan mati dong burungggg" Arin berbicara ke arah burung tersebut sembari mengusap - usap kepala burung itu.

Tapi apa daya, burung itu tak kuat memperjuangkannya lagi. Matanya kini terpejam untuk selamanya.

"Baru mau di bawa pulang, baru aja nemuin, eh mati duluan" Sesal Arin

"Kenapa ya, Tiap pertemuan itu pasti ada perpisahannya?" tanya arin. Tangannya tampak masih memegang burung dara yang sudah mati.

Pandu mendengar pertanyaan Arin, lalu tersenyum dan membalikkan badannya melihat ke arah kota. Matanya menunjukan bahwa ia tiba - tiba teringat suatu kejadian yang paling tidak ingin diingatnya. Sebuah perpisahan.

"hnggg, kamu gak apa - apa?" Tanya Arin. 

"Keinget pacar ya? apa mantan?hehe..." Lanjut Arin sedikit meledek.

menyadari itu, Pandu langsung kembali ke dunia nyata dan berkata "Hah? bukan..."

"Sahabat" Tak lama mata Pandu kembali kosong.

"Meninggal?"

"Kita pengedar, dulunya" lanjut Pandu dan mulai menceritakan sahabatnya kepada Arin.

-----------------------------------------------------------------



1 komentar: