Minggu, 05 Oktober 2014

Idul Adha, Hanya Berkorban Hewan Kurban?



Kisah inspiratif terkait ketaatan total dan pengorbanan sepenuhnya dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Salah satu kisah paling menarik adalah kisah ketaatan dan pengorbanan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As. Nabi Ibrahim a.s. mendapat mimpi bahwa ia harus menyembelih Nabi Ismail As, puteranya.









Bukan Ilustrasi Cerita



Barangkali ada diantara kita yang mengangggap kisah di atas memang luar biasa tapi tetap saja berat untuk ditiru dikarenakan lakon kisah tersebut adalah seorang nabi Realitanya tidak murni demikian.


Mungkin iya berat bagi kita untuk meniru mentalitas Nabi Ibrahim As yang dengan teguh menjalankan perintah Tuhannya, akan tetapi sangat besar peluang bagi kita untuk meniru dan mencontoh mentalitas Nabi Ismail muda, yang ketika itu belum diangkat menjadi nabi, dalam hal ketaatan kepada perintah Allah Swt.


Hanya saja bagaimana tentang kita? Seberapa besar pengorbanan kita? masih terlalu banyak menuntutkah? Tanpa adanya kontribusi yang kongkrit.


Sebuah bentuk pengorbanan bukan hanya sekedar materi, meskipun sebagian kita mendeskripsikan demikian dalam realitanya. Sangat banyak yang bisa dijadikan sebagai bentuk pengorbanan. Bisa aja kita mulai melakukan pengorbanan dengan hal yang sangat kecil.


Entah kenapa kita teriak bila melihat negara lain lebih bersih dari negara kita. Apa pernah kita menyempatkan waktu sedikit untuk memungut & membuang sampah yang tepat ada di depan kita ketika kita bersantai?


Entah kenapa kita selalu salut ketika ada korupsi di negara ini. Apakah kita sudah melakukan pekerjaan dengan tepat waktu?


Entah kenapa kita selalu menghujat ketika ada sebuah peraturan baru, sementara kita selalu menuntut perubahan. Apakah kita sudah mengikuti aturan tersebut?
Hmmm, ternyata cukup banyak pengorbanan yang dapat kita lakuin yah, intinya kita mulai dari hal sekecil mungkin dan dari diri sendiri ;)) 

Sabtu, 04 Oktober 2014

Sama Yang Beda - Chapter 1

"Srek srek srek srek", suara itu terdengar begitu cepat dari seorang anak yang memakai seragam putih biru pada sebuah trotoar yang diramaikan oleh pedagang kaki lima yang menjual tempura, cilok, sampai aksesoris remaja. Tepat di tengah simpang empat jalan itu, jam raksasa menunjukan pukul 15.30. Derungan mesin pun bersorak liar, padat bak supporter debat presiden, panas!

Gilang terlihat cukup terengah - engah. Pundaknya naik turun dengan cepat, hembusan panas begitu terasa keluar dari bibirnya. Keringatnya kini telah memandikan sebagian tubuhnya, mengklimisi rambutnya dan membuat warna merah jelas terlihat dalam balutan kain putih yang dikenakannya.

Jumat, 03 Oktober 2014

Rajutan Biru


Ketika itu tak tersadarkan, keinginan untuk melepas Hasrat
Yang kini hanya menjadi sebuah penyesalan Pekat
Dalam rongga maupun tiap inci sel-sel yang menari Kilat
Dalam memori keinginan, Kini terbang jauh melesat

Individu itu menyendiri, merebahkan dirinya dalam sebuah kesunyian samudra mimpi. Mengalir, menari, menerawang jauh untuk memahami sebuah keinginan dirinya. Bertemankan Bruno Mars - When I was your man, juga secangkir kopi hitam pekat.

Dinginnya kota malam itu cukup untuk menyileti keperihan yang ia sesalkan, menyesal telah melupakan banyak deretan kata yang ia lontarkan. Kini sudah tertelan. Derungan jalanan pun menyemarakan nada-nada kesakitan dalam kepalanya.



Rentetan kata mulai menyatu dalam kegilaan fantasinya. mencoba merayu saraf yang melilit.
"Kini kusadari, yang lalu sudah terkikis  air garam
Rajutan itu, biru. Tak mungkin lagi kulepas, kusatukan dengan birunya langit juga laut"